Mengenal Bullwhip Effect, Penyebab, Cara Mengatasi dan Contohnya
Dalam ranah supply chain atau rantai pemasok tentu dikenal yang namanya bullwhip effect. Istilah ini merujuk kepada pola yang ada pada sistem supply chain yang bisa menyebabkan keputusan penentuan tingkat persediaan produk tidak akurat.
Selain itu, istilah ini juga cenderung akan menyimpan persediaan dalam besaran jumlah lebih tinggi. Dalam hal ini tentu sangat dibutuhkan pengelolaan yang baik dan benar terhadap pola dari sistem supply chain tersebut dengan cara melakukan identifikasi terlebih dahulu terkait penyebab utama terjadinya.
Pengertian Bullwhip Effect
Bullwhip effect adalah suatu istilah yang kerap digunakan dalam dunia inventory. Istilah ini dapat didefinisikan tentang bagaimana pergerakan demand dalam ranah supply chain. Hampir setiap kegiatan supply chain pasti pernah mengalami efek ini.
Suatu distorsi informasi tentu saja bisa menyebabkan pola permintaan yang kian fluktuatif menuju ke hulu supply chain. Meningkatnya fluktuasi maupun variabilitas dari permintaan hilir menuju ke hulu supply chain inilah yang disebut sebagai efek bullwhip.
Bullwhip ibarat cambuk yaitu alat yang akan digunakan untuk dapat mengendalikan keadaan apapun dalam kegiatan supply chain. Efek ini tentunya akan mampu menyebabkan banyak inefisiensi terhadap supply chain.
Efek ini dipandang sebagai suatu fenomena yang mana terdapat lonjakan kecil di tingkat konsumen akan menyebabkan lonjakan lainnya yang begitu lebih tajam pada tingkat yang begitu jauh dari konsumen. Maka dari itu, suatu perusahaan perlu benar-benar mahir mengendalikan efek ini.
Faktor Penyebab Bullwhip Effect
Ada sejumlah hal yang dapat menyebabkan terjadinya bullwhip effect. Bahkan sudah banyak studi yang melakukan analisis langsung terkait efek tersebut dalam rantai pasokan atau supply chain. Beberapa faktor penyebab efek tersebut, diantaranya:
Pengiriman Barang Melalui Jasa Logistik |
1. Peramalan Permintaan
Peramalam permintaan bisa menjadi faktor pemicu efek bullwhip. Tiap-tiap peramalan persediaan tentunya akan mampu memasukkan parameter tingkat base stock. Tingkat base stock ini nantinya akan mengantisipasi kebutuhan rata-rata permintaan persediaan selama masa periode lead time.
Tingkat base tersebut dikenal dengan nama safety stock. Karena safety stock merupakan base stock, tentu akan sangat bergantung dengan estimasi peramalan permintaan yang nantinya akan mendorong perusahaan melakukan penyesuaian maupun perubahan permintaan persediaan.
2. Lead Time
Lead time ternyata juga mampu memberikan pengaruh terhadap efek bullwhip. Lead time yang terus berlangsung semakin lama tentu akan menimbulkan perubahan estimasi variabilitas permintaan persediaan suatu barang.
Kemudian, hal tersebut akan mendorong suatu perubahan yang berlangsung secara signifikan dalam kuantitas pemesanan persediaan. Tentu saja hal ini akan menyebabkan terjadinya peningkatan variabilitas tertentu.
3. Pemesanan Persediaan dalam Besaran Jumlah Batch
Selain itu, pemicu efek bullwhip berikutnya adalah pemesanan persediaan dalam besaran jumlah yang batch. Pemesanan dengan jumlah besar atau batch dari suatu toko pengecer akan didorong dengan pemanfaatkan diskon volume maupun efisiensi biaya transportasi karena pengangkutan barang yang besar.
Karena itulah, pada periode berikutnya sangat dimungkinkan terjadi pemesanan persediaan barang hanya bisa dilakukan dalam jumlah kecil. Bahkan bisa jadi tidak ada pemesanan persediaan sama sekali. Tentu saja ini akan menyebabkan distorsi estimasi kebutuhan pemesanaan yang berasal dari toko eceran.
4. Fluktuasi Harga
Berikutnya, fluktuasi harga. Fluktuasi dari harga barang akan direspon oleh toko pengecer guna mengambil keputusan menahan persediaan hingga tidak melakukan penjualan barang sampai harga barang rendah atau mengalami penurunan.
Pada kondisi harga barang yang turun, maka permintaan persediaan dari pihak toko pengecer ke pedagang yang lebih besar akan mengalami pengurangan. Hal ini nantinya akan mendorong para pedagang besar untuk memberi dikson dalam rangka meningkatkan volume penjualan kepada toko pengecer.
5. Inflated Orders
Terakhir, inflated orders. Inflated orders maksudnya adalah pemesanan permintaan pemesanaan dari persediaan cenderung mengalami peningkatan dari toko pengecer menuju ke para pedagang yang lebih besar. Tentunya hal tersebut terjadi dalam periode shortage.
Dengan demikian, maka akan mampu memberikan dorongan terhadap terjadinya efek bullwhip. Oleh karena itu, harus segera ditindaklanjuti sehingga tidak menimbulkan hal yang lebih buruk lagi. Tentunya tidak ada yang mau dirugikan dengan adanya efek ini.
Rumus dan Cara Mengukur Bullwhip
Efek bullwhip dapat dianalisa menggunakan suatu formula yang juga begitu gampang dipahami. Formula tersebut mengkombinasikan antara koefisien variansi order dengan koefisien variansi demand, yang dapat dituliskan sebagai berikut.
BE = (CV (Order))/(CV (Demand))
Adapun cara untuk mengukur CV (Order) dan CV (Demand) dapat dilakukan menggunakan formula berikut.
CV (Order) = (S (Order))/(Mu (Order))
CV (Demand) = (S (Demand))/(Mu (Demand))
Sebagai contoh, sebuah toko kosemetik di Jakarta Barat mencatat data penjualan harian kosmetik selama 60 hari. Data order tersebut dicatat untuk periode yang sama. Diketahui total S (order) adalah 5256 dan Mu (Order) adalah 19.717. Kemudian, S (Demand) adalah 25.324 dan Mu (Demand) adalah 20.083.
Dengan demikian, maka:
CV (Order) = 5256/19.717 = 0.267.
CV (Demand) = 25.324/(20.083)) = 1.261
Dengan demikin, maka besaran permintaan bullwhip adalah 1.261 : 0.267 = 4.73.
Dampak Bullwhip
Efek bullwhip tentunya cukup memberikan dampak yang cukup besar jika tidak segera mendapatkan penanganan yang baik. Beberapa dampak buruk dari efek bullwhip yang kemungkinan paling sering dihadapi, diantaranya:
- Hilangnya pendapatan.
- Persediaan barang yang cenderung berlebihan.
- Pengiriman yang tidak efektif.
- Kesalahan yang terjadi dalam penjadwalan produksi barang.
- Menurunnya tingkat kepuasan dari konsumen.
- Tidak efisiennya penggunaan sumber daya.
Cara Mengatasi Dampak Bullwhip dan Contohnya
Ada beberapa cara yang bisa diterapkan untuk meredakan dan mengatasi efek bullwhip. Mungkin cara ini tidak cukup mudah. Akan tetapi, perlu segera dilakukan agar efek bullwhip tidak semakin parah menyerang supply chain.
- Mengurangi lead time dengan menerapkan suatu sistem informasi yang terintegrasi pada supply chain. Contohnya, menggunakan aplikasi berbasis EDI untuk melakukan pertukaran data secara efisien.
- Melakukan kerjasama strategik antar stakeholder dalam ranah supply chain.
- Mengurangi variabilitas yang cukup inherent dalam proses permintaan dari pihak konsumen. Contohnya, dengan menerapkan program everyday low pricing.
- Mengurangi ketidakpastian yang relatif tinggi.
Bullwhip effect dalam rantai pasokan atau supply chain tentu mampu memberikan berbagai dampak buruk bagi pelaku ekonomi. Maka dari itu, harus benar-benar diatasi dengan baik sehingga tidak menimbulkan jumlah ketersediaan barang yang cenderung sangat berlebihan hingga hilangnya pendapatan.
0 Response to "Mengenal Bullwhip Effect, Penyebab, Cara Mengatasi dan Contohnya"
Post a Comment